Rabu, 24 Agustus 2016

Untuk Mas

Terkadang, ada saja hari dimana aku merasakan perasaan aneh.Rasanya ingin sekali ada kamu disini. Ingin sekali melihatmu setiap hari. Aku ingin pula menjadikanmu tempat berbagi. Aku ingin kamu menjadi yang pertama mendengar tiap kabar bahagia ku. Ingin juga menjadikanmu pendengar untuk tiap kabar buruk ku. 
Berharap juga mampu menjadikan pelukanmu sebagai tempat mengaduku. Ingin pula membenamkan tangisku di dada bidangmu. 

Aku saat ini berusaha mengimbangimu. Bukan. Maksudku berusaha untuk membuatmu merasa bangga akan adanya aku. 

Aku mempunyai rasa, yang aku sendiri bingung bagaimana menjelaskannya. Yang hanya aku tau, tiap kali ku dengar suaramu di ujung telepon, aku bahagia. Aku tertawa atas tiap leluconmu. Aku yang selalu tidur larut jika tak ada kabar apapun darimu. 

Aku (Mungkin) menyayangimu. Laki-laki yang tak pernah nampak dimataku. 



Kamis, 13 November 2014

Perempuan dari balik jendela

Untuk @birulangit__ #DuetPuisi

Perempuan itu menatap jauh dari balik jendela.
 Mata seolah berharap mampu menangkap satu sosok yang paling ditunggu jiwa.
Dulu, ia sebut laki-lakinya. Kini, kata mantan terselip didepannya.
Sebenarnya ia tau, tak akan ia dapati yang ia cari.
Tapi hati memaksa untuk tidak berhenti.
Sedang logika menyuruhnya tak mendengarkan hati.
Jika begini, hanya dia yang mampu menegahi logika dan hati yang berkelahi.
Bukan tidak mungkin, mendung yang ia rasa berganti cerah tak terhingga kala ia lihat ia lelakinya.
Cerau kesedihanpun mendadak sirna.
Kembalilah, pelukku merindukan tuannya.

Perempuan dari balik jendela

Untuk @birulangit__ #DuetPuisi

Perempuan itu menatap jauh dari balik jendela.
 Mata seolah berharap mampu menangkap satu sosok yang paling ditunggu jiwa.
Dulu, ia sebut laki-lakinya. Kini, kata mantan terselip didepannya.
Sebenarnya ia tau, tak akan ia dapati yang ia cari.
Tapi hati memaksa untuk tidak berhenti.
Sedang logika menyuruhnya tak mendengarkan hati.
Jika begini, hanya dia yang mampu menegahi logika dan hati yang berkelahi.
Bukan tidak mungkin, mendung yang ia rasa berganti cerah tak terhingga kala ia lihat ia lelakinya.
Cerau kesedihanpun mendadak sirna.
Kembalilah, pelukku merindukan tuannya.

Selasa, 11 November 2014

Petarung Jarak

Teruntuk @BiruLangit__ yang akhir ini sibuk. #DuetPuisi.

Rebah dalam gelap dengan boneka yang kau hadiahi masih kudekap. 
Aku merindukanmu wahai pemilik dada yang tegap. 
Tempat dimana aku selalu bahagia kau sekap. 
Berbagi cinta agar kelak kedalam hatimu ia mampu meresap.

Aku terlalu tak sabar untuk esok hari yang haru. 

Dimana dua rindu bertemu padu. 
Setelah sekian lama bertarung rindu dan waktu, hingga tak jarang didera sendu. 
Ay, esok akhirnya dekap kita bisa bersatu. 
Sela jemariku akan terisi lagi karena genggammu.

Malam ini.rembulan bersiul ceria.
Bintang memainkan irama serupa.
Jantungku, memacu detak-detak berirama.
Membentuk eufoni indah nan bermakna.
Mereka patut tahu, aku bahagia.

Kecintaanku padamu laki-laki yang membuatku memilih menjadi petarung jarak. 

Tak satupun kubiarkan curiga mampu memihak. 
Dan cintamu akan kembali untuk yang paling berhak.

Saat rindu semakin memacu debar, mengapa waktu seakan melamban? 
Tak tahukah ia bahwa sudah terlalu banyak rindu yang ku simpan.

Untuk yang ku sayangi, aku tau kelak kau kan pergi lagi. 

Meneruskan kepentinganmu lagi.
Dan aku menjadi petarung jarak lagi.

Aku menyayangimu. Dan tak mampu berhenti.

Minggu, 09 November 2014

Bersamamu, Menjalani Semi.

#DuetPuisi Teruntuk @BiruLangit__

Sepeninggalmu, Ay.
Musim gugur terasa abadi
dalam sanubari.
Menggugurkan rindu
yang mestinya terobati.
Menjadikannya seperti daun kering,
terlepas dari genggaman ranting,
yang siap diterbangkan kepada angin,
Dan pergi sejauh-jauhnya ingin.

Ketiadaanmu, Ay.
Aku hanya mengenal hari tanpa mentari,
Hujan yang setelahnya tanpa pelangi.
Dingin. Dengan sepi, aku gigil.

Kini kamu kembali, 

Bersama semi dan seranting hati,
yang tidak utuh dan rapuh.
Bersamaku, kanku rawat selayaknya pohon rindu.

Berjanjilah, Ay.
Jangan lagi pergi.
Biar saja musim yang berganti.
Tapi tidak dengan penghuni hati.

Jumat, 07 November 2014

Terbanglah, Cinta

Di atas pasir pantai yang putih kita pernah mengukir janji.
Sehidup semati, menjadikannya abadi.
Dan menyematkan rindu sebagai hiasan.

Aku yang terbuai indahnya ucap, hingga lupa jika ukiran pasir tak mengenal abadi.
Hingga menyaksikan sendiri, ombak menggulungnya bersih.
Kini, terbaring aku di atas batu rindu tertajam.

Menyakitkan, kala disampingku tak lagi ada Si Pencipta Janji.
Biar kutitip cinta pada tiap pasang sayap burung dara. Terbanglah sejauh mungkin, cinta.
Tak sekalipun kubutuh buaian dusta.

Senin, 06 Oktober 2014

Teruntuk Segalanya, Terima Kasih

Selamat siang, Kamu.
Menjalani bulan ketiga perpisahan kita. Semua masih terasa sama saja. Tak banyak yang berbeda.
Begitu pula dengan rasa. Cinta yg kamu titip masih ada. Sengaja kusimpan rapi didalam sana.

Aku ingin kamu tahu, bahwa saja aku telah mencoba mengubur dalam-dalam semua rasa yang kamu titip, semua tulisan yang terkutip, dan segala rindu yang selalu mengintip. Aku pernah dan kini aku lelah.

Aku menyerah...

Kini biarkan aku mencintaimu dalam segala bungkam. Menganggap genggam yang sudah melenggang masih bisa kupegang. Menganggap perpisahan ini adalah jalan yang memang tuhan pilihkan sebelum akhirnya bersama lagi, jatuh cinta lagi dan tentu berbahagia lagi.

Ini takkan terasa menyiksa jika saja saat aku merindukanmu aku bisa bersamamu. Namun yang tuhan takdirkan adalah aku yang harus mati-matian meredam rengekan rindu. Ingin menatap sekejap saja, agar rindu berhenti bersuara.

Kamu mampu mengangkatku dari kubangan masalalu yang bertahun-tahun mengubur kebahagianku, memegang tanganku dan mengantarku kedalam kubangan luka baru.

Pertemuan yang singkat tak berarti aku mampu melupakanmu cepat. Segala kebahagiaan yang ada dulu sudah terlanjur terlalu lekat.
Sesal tak sekalipun mampir dalam pikiran. Menjadikanmu berarti adalah jalan yang ku pilih. Hingga saat kamu pergi aku hanya bisa mengeluh lirih sendiri.


Kamu pernah datang dan memberi begitu banyak perhatian. Walau kini semua itu yg membuat aku kesakitan.

Kamu pernah hadir utk sekedar menyemangati, saat tegang seperti ujian mampu kulewati dengan nilai bagus kudapati.

Kamu pernah dengan sepenuh hati menemani, mengantarku ketempat dimana aku harus menyelesaikan segala soal yg menanti.

Kamu pernah jadi alasanku utk tersenyum, saat getir sekalipun.

Kamu pernah dan kini semua itu punah.

Adakah perasaan yang seperti ini pernah hadir dalam hidupmu? Perasaan yang hadir kala aku melewati segala tempat yang dulu kita pernah berhenti utk sekedar berbagi ataupun bersembunyi dari rintik hujan yang sengaja menjahili?

Adakah kamu juga berlirih "aku merindukanmu." "apa kamu ingat?" yang sama seperti yg aku ucapkan saat berada ditempat kita dulu?

Saat ini aku memang sibuk mengobati luka, sedang yang tercinta dengan ketus membuang muka.
Kamu tak peduli tentang tangis dalam tulisanku, bukan?

Lebih dari sakit saat tangan teriris membaca posting disalahsatu social mediamu yang berkata "Siapa yang peduli?"
memang tidak ada yang peduli dengan segala kesakitan ini. Tidak kamu. Tidak juga mereka. Ya memang tidak ada yg ingin menyisihkan waktu untuk mempedulikan.

Andai kamu tahu rasanya. Bukan main bengisnya kamu sekarang. Membaca yg seperti itu seperti menusukkan diri pada pedang tertajam. Jika kamu tak mampu mengobati, tolong jangan buat luka semakin berarti lagi.

Aku iri dengan yang bisa bersamamu disetiap hari.

Aku iri dengan cangkir yang kau kecup setiap hari.

Aku iri dengan selimut yang mampu menghangatkanmu dalam tiap dingin.

Teruntuk segala perhatian yang sempat kamu beri, segala semangat yang menyemangati, segala senyum yang kamu toreh, segala luka yang mendewasakan, aku berterima kasih.



Dari perempuan yang selalu mengirim rindu utk berbisik pada telingamu "Aku mencintaimu..."