Jumat, 20 Juni 2014

Karna Tuhan Mencintai Kita

Saat ini aku berada tepat didepan komputer. Kamu tau apa yang sedang aku lakukan?
Aku sedang memandangi foto-fotomu saat zaman putih biru dulu.
Aku tertawa sendiri. Bahagia sekali rasanya.
Aku tertawa lepas sekali..Lewat barisan foto tadi aku mengamati perubahanmu.
Kamu dulu lucu ya. Wajahmu itu yang membuatku tertawa lepas.

Aku bangga padamu saat melihat fotomu yang tengah memegang piala. Sungguh bangga.
Bangga pernah menjadi perempuanmu..
Bangga karna setidaknya aku pernah hadir dihatimu walau hanya sebentar saja. singkat.

Andai kamu disini, ya. andai tertawaku ini bisa kau lihat sendiri..
Aku tertawa seakan lupa jika kamu pernah menorehkan luka.
Kini tak kupedulikan luka lagi. Biarlah ia pergi meninggalkan aku bahagia disini.

Yang ku pikirkan sekarang adalah bagaimana bisa tetap menintaimu walau tanpa bicara.
Aku masih ingin mencintaimu.
masih ingin berjuang karnamu.
Karna kau tahu? aku tidak akan selemah itu.

Saat ini kita kembali seperti semula.
kita yang berjauhan.
kita yang saling diam.
kita yang saling tak ingin tahu.
Jangan berpikir jika aku akan begitu saja melepas cinta yang memang untukmu.
Saat ini aku memang berhenti memberitahumu jika aku mencintaimu..Namun tidak dengan perasaanku..
Aku masih sama. Kamu tahu bukan? ajika sekali aku mencinta, aku akan terus berjuang


Aku kira tuhan yang terlalu cinta kita. sehingga ia lebih memilih jalan untuk memisahkan kita. Mungkin ia ingin kita tetap suci tanpa pacaran. Telah kupercayai, jika memang jalannya kita bersama, kita akan bersama lagi..
entah berapa hari, minggu bulan atau bahkan tahun lagi..

Kamu mau tahu? tiap hari aku bercakap pada tuhan.Percakapan dengan isi yang selalu sama. 
Ku Bilang padanya, "tuhan aku ingin sekali menjadi masadepannya. Menjadi ibu dari anak-anaknya. Aku ingin menjadi abadi dihidupnya. Aku mencintainya. Aku ingin menjadi sandarannya pada titik terlemahnya. Jaga hatinya jika itu memang untukku"

Berlebihan? tidak. Itu memang harapanku.
Jangan pikir jika aku berhenti memberimu perhatian. Aku hanya mengalihkannya pada tuhan. Ia akan selalu melindungimu. Karna tuhan mencintaimu...

 

Menjadi kamu, aku mau

Udara dingin malam ini ditambah lagi ingatan tentang kita berhasil membuatku menggigil. Aku menggigil hingga tak sadar menjatuhkan airmata.
Bodoh! Kenapa harus menangisimu lagi? Yang jelas-jelas lebih memilih pergi. Padahal aku masih ingin memperjuangkan, masih ingin memperhatikan.

Bisakah sebentar saja kupinjam hatimu? Aku ingin tahu bagaimana rasanya pergi begitu saja dengan mudahnya. Aku ingin tahu rasanya mengabaikan. Aku ingin tahu rasanya tidak mempedulikan dan melupakan.


Tapi sungguh, aku tak akan membiarkanmu merasakan rasanya jadi aku. Ini terlalu menyakitkan untukmu. Kamu tak usah bersakit-sakit. Hanya perlu tertawa-tawa bahagia.

Dan disini, akupun tersenyum melihatmu tersenyum.

Aku akan terus mendoakan kebahagiaanmu, tuan. Akan terus dan akan selalu mendoakanmu. Aku benci mengakui bahwa kita -yang dulu pernah bersama bahagia- masih mendominasi pikiranku. Aku benci ketika masalalu menyeret dan memaksaku mengingatnya.


Maaf jika tulisan ini mengganggumu. Aku sudah berusaha melupakanmu, tenang saja. Jangan hiraukan tulisan ini. Aku menulisnya krn berharap lukaku akan berangsur-angsur mengering jika aku bisa mengungkapkannya.


Saat ini aku sedang membangun hidupku kembali. Dengan hati yang masih belum membaik karna masih mencintai. Selamat Malam

Tentang kita yang kini berjarak

-Selamat pagi, sayang. Bangunlah. Aku jemput jam 9. Aku ingin menghabiskan satu hari ini bersamamu. See u baby-

aku terbangun karna dering ponselku yang berbunyi. Dengan mata sayu aku meraba-raba meja berusaha meraih ponselku. Aku terdiam membaca pesan itu. Aku ingat esok ia harus pergi. Sejujurnya aku berharap ini hanya mimpi, namun aku sadar ini nyata. Bukan mimpi. Aku membenamkan diri pada selimutku.


"kenapa hari berlalu begitu cepat tuhan? Aku tidak siap jauh dari laki-laki bodoh itu"


perpisahan itu memang harus terjadi. Memang terkadang kenyataan itu terlalu pahit.


Ponselku menyala. Aku melihat namanya muncul dilayar handphoneku.


-sampai kapan kamu membiarkanku didepan sini sendiriaan. Cepatlah aku sudah didepan-


aku langsung lari menuju pintu depan setelah membaca pesannya. Aku mendapati senyum si laki-laki ketika membuka pintu. Aku tersenyum bodoh ketika melihat laki-laki itu. Yatuhan, kuasamu begitu besar menciptakan laki-laki semenyebalkan ini. Aku menyayanginya. Aku memeluknya. Erat dan lama sekali. Aku membenamkan wajahku pada pelukannya. Bagiku tak ada tempat ternyaman selain dipelukannya. Bisakah waktu engkau hentikan didetik ini, Tuhan?



"Apa kamu harus benar-benar pergi? Kenapa tidak disini saja" ucapku dengan nada lemah.


"hei dengar! Aku pergi hanya untuk melanjutkan kuliahku. Aku akan kembali. Pasti. Percayalah" ucap silaki-laki. Ia meletakkan tangannya kepipiku.ia menatapku dengan tatapan penuh makna. Berusaha meyakinkan aku. Mungkin ia berharap agar ia bisa menghapus sedikit kesedihanku. Menyebalkan! Tatapan itu justru melemahkanku, bodoh.


Ia menarik tubuh siperempuan kedalam peluknya lagi.

"sudahlah aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu. Jangan bersedih lagi. Oke" ia tersenyum dan menarik tanganku keluar.


"Tuhan bolehkah kuminta agar hari ini berjalan lebih lama. Ku mohon tuhan"




Hari ini tiba juga. Aku tau perpisahan ini hanya sementara. Ini semua demi kebahagiaan kami kedepannya. Namun sungguh. Ini berat. Aku tidak bisa membayangkan hari-hariku kulewati tanpa dia. Dia memang sering menyebalkan dan hal itu yang membuatku lebih merindukannya.

Kita duduk berdua diruang tunggu stasiun. Kusandarkan kepalaku pada bahunya. Ku lingkarkan tanganku pada perutnya.
Disini ramai, namun aku merasa sangat sepi.

"kamu jangan nakal. Jangan suka telat makan lagi. Kamu tidak akan membiarkanku tidak tenang krn mendengarmu sakit, kan? Aku akan menemuimu saat aku libur panjang" suara teduhnya memecah keheningan.


"Jaga hatimu untuk aku ya. Aku akan merindukanmu." hanya itu yang bisa terucap olehku. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ingin sekali menahannya untuk tetap tinggal. Namun semua percuma. Aku sadar, keegoisanku hanya akan menghambatnya.


"aku sudah harus pergi sekarang. Kamu hati-hati pulangnya. Jangan sedih. Aku menyayangimu" ucapnya.


aku memeluknya lagi. Biar ku balas kata-katanya tadi dengan pelukan saja. Aku percaya sebuah pelukan mampu menyampaikan lebih dari sekedar kata-kata.


"aku mencintaimu. Cepatlah pulang" aku tak tahan lagi menahan kata-kataku. Ia melepas peluknya. Melangkahkan kaki masuk kedalam kereta. Aku tak ingin menangis. Aku tak ingin memberatkan langkahnya.


Aku tak ingin kalah dengan jarak. Biarlah ia merentangkan tangan sejauh-jauhnya. Ia harus tau cinta kami tak kan kalah.

Long Night

Aku tak sengaja tertidur saat menunggumu pulang malam ini. Dan saatku terbangun, kamulah yang pertama kali terpikir olehku. Kutengok jam didinding.

00:09

Tanpa berlama, tanganku yang cekatan segera mengambil handphone dengan harapan namamu muncul dilayar.

-tidak ada pesan-

aku menghela nafas. Kekhawatiran merasuk dengan cepat. Ketakutan mulai menguasai beberapa sudut dalam hatiku. Pikiranku sibuk sendiri menduga-duga apa yang terjadi padamu. Dengan perasaan seperti itu mendorong jari jemariku mengetikkan beberapa pesan untukmu.

"dimana?:("
"kamu kemana?"

Aku sengaja tak tertidur malam ini. Menunggu jam menunjukkan pukul 02:00. Aku ingat kau pernah bilang jika kau sering terbangun pada jam itu. Ya. Aku mau kau bangun dan meluangkan sedikit saja waktumu untuk berkabar dengan ku. Bersediakah?

03:00

Tidak terasa hampir 3 jam aku tak tertidur. Rasa khawatirku mungkin lebih besar dari kantukku. Aku masih sibuk menerka-nerka, tuan. Aku masih sibuk bercakap dengan tuhan. Berkali-kali kutengok handphone. Berkali-kali pula tak kutemukan namamu muncul dilayar.

Tuan, maaf jika berlebihan. Aku tidak tahu bagaimana bisa hati ini begitu khawatir. Maaf. Maafkan aku :(

Sebenarnya akupun tidak ingin seperti ini. Aku tak mau mengkhawatirkanmu seperti ini. Aku takut jika kekhawatiran dan perhatianku ini justru membuatmu tidak nyaman..

07:00

Pagi ini ku awali bahkan tanpa pesan darimu. Mungkin aku hanya belum terbiasa. Belum terbiasa dengan kamu dan kesibukanmu. Ku beranikan diri untuk memulai percakapan dengan mu.

"Tadi malam kamu kemana?"

kamu membalasnya

"Biasa saja, pulang kerja kelelahan dan langsung tidur"

Membaca pesanmu membuatku menghela nafas. Sesingkat itu? Semudah itukah bagimu? kau tak tau semalaman aku bertarung dengan kekhawatiranku karna tak mendapat kabarmu?
Terlalu beratkah bagimu untuk sekedar mengabariku? aku menunggu itu. Lanjutkanlah harimu.. Jaga kesehatanmu. Aku menyayangimu

Mencintai Dalam Doa

Disetiap lamunanku, selalu terselip dirimu. Bagaimanakah kabarmu. Sesempurna apa hidupmu yang saat ini kau jalani dengan si cantik itu? Kalian sudah pasti bahagia :') Dear, tahukah kamu? Walaupun kita tak saling berkabar lagi, bukan berarti aku tak lagi memperhatikanmu. Ragaku memang ada disini. Namun pikiranku tetap berusaha menjangkau satu sudut dalam otakmu.berharap agar sedetik saja bisa masuk dalam fikiranmu hingga sedetik saja terpikir olehmu.
 


Hatiku, selalu saja mengawasimu dengan merasakan apa yang kau rasakan. Dan doaku, seperti tak pernah letih memohon untuk kebahagiaanmu pada tuhan. Seperti sudah terbiasa, aku selalu mencari tau segala tentangmu. Rasanya tak ingin melewatkan apapun tentangmu. Sedikitpun. Aku tak ingin. Aku ingin melihatmu bahagia. Bahkan dengan seseorang yang sejujurnya aku tak ingin ia menjadi sebab atas tawamu. Mengetahui bahwa laki-lakiku kini bahagia, akupun merasakannya. Hingga tak terasa setetes air bening jatuh dari pelupuk mata ini. Aku harap ini air mata bahagiaku krn melihat laki-lakiku yang tengah menikmati hidupnya. Jika aku bisa meminta pada wanitamu, aku ingin meminta untuk ia selalu memberikanmu kasihsayang. Aku juga akan memohon agar ia tak sekalipun menyakiti hatimu. Mengapa? Dear. Melihatmu bahagia saja aku sakit, lalu apa kabarnya hatiku jika melihat kamu terluka? Aku mohon. Tolong, jangan membenciku atas rasa sayang ini, Dear. 

Kau tak perlu cemas. Aku telah terlanjur berjanji pada diriku sendiri untuk tak mengotori hidupmu lagi. Tapi biarkanlah doa ini selalu menjadikanmu isi dalam percakapannya dengan tuhan. Perempuanmu mungkin punya caranya sendiri untuk membahagiakanmu.Aku pun tak ingin kalah. Aku juga punya caraku sendiri, lewat tuhan dan lewat doa. Jika kau masih melarangnya juga, lalu dengan apa lagi agar aku bisa membahagiakanmu dan  tetap menjagamu, walau dari kejauhan.
 

Tuhan, jika aku boleh meminta, aku ingin sekali saja memeluknya. Aku ingin bersandar dibahunya. Aku ingin menggenggam tangannya. Sejujurnya aku lelah melakukan itu semua dalam mimpi. Dimana aku harus tertidur dulu untuk bisa bertemu. Dan akan kehilangannya lagi ketika aku bangun. Aku ingin merasakan dicintai oleh orang yang kucintai, dengan sangat.
 

Dear, langit sudah mulai terang. Mataharipun sudah beranjak dari tempatnyaa. Bangunlah. Jangan lupa untuk memberikan wanitamu ucapan 'selamat pagi sayang'. Aku tau dia sama sepertiku. Sama-sama menunggu pesan itu datang darimu. Tapi untuknya itu sangat mungkin. Bagiku? Tak usah hiraukan lagi keinginanku. Kini kebahagiaanmu adalah dia :)

Semu

Beri tahu aku bagaimana cara agar bisa dengan mudah melupakannya, tanpa harus menyakiti diriku sendiri. Memaksa otakku untuk berhenti mengingatnya itu menyakitkan. Aku selalu berusaha untuk tidak memikirkannya. Namun ternyata tanpa aku inginkan dia selalu hadir dalam ingatanku. Aku lelah. Aku selalu gagal. Rasanya namanya sudah terlalu lekat dalam ingatan. Dirinya sudah menjadi bagian dalam hidupku, ikut mengalir dalam aliran darahku. Aku sendiri tidak tau mengapa aku begitu mencintai seseorang yang tidak nyata:') Dia hanya bisa menjadi khayalan. Tiap kali berharap ia menjadi nyata aku selalu memaki diriku sendiri "Bodoh! Semua takkan mungkin" kini aku sadar aku hanya perlu waktu untuk melupakannya. 

Perlahan&menyakitkan. 

Berapa lama lagi yang aku butuhkan untuk bisa seutuhnya melupakannya? Cara apa lagi yang harus aku lakukan. Aku lelah:'( membayangkan orang yang aku sayangi dengan sangat bahagia dengan wanitanya adalah rasa sakit yg teramat sangat. Jika kalian masih berfikir ini hanya sebuah keinginan untuk memiliki, benarkah? Apakah yang kalian maksud itu sesakit ini? Aku menyayanginya, bahkan tanpa alasan. Aku tak punya alasan. Yang aku tau tiap bersamanya aku bahagia dan tanpanya aku luka.

 Aku senang sekali berkhayal. Karena hanya lewat khayalan aku bisa merangkulnya, memeluknya, memiliki ia seutuhnya. Namun saatku tersadar, luka ini semakin parah mengingat dirinya tak akan pernah menjadi nyata. Bahagialah dear. Aku akan selalu menahan airmataku agar tuhan tak menghitung butir airmataku karna aku tak ingin kamu merasakan sakitnya menjadi aku.

Kini, kubiarkan cinta ini mengabadi. Aku terlalu sibuk mencinta sendiri. cinta ini tak perlu kau balas. aku sendiri menikmatinya.

Ini masih tentang rindu..

Kuhabiskan sabtu malam ini dengan meratapi rindu. Rindu yang -mungkin- tak kau pikirkan.

Taukah kamu, Tuan? Aku menunggumu diteras rumah. Kuhabiskan berjam-jam disana. Berharap sosokmu hadir. Namun hanya angin yang selalu setia hilir mudik.

Aku merindukanmu.
Ya. Sangat merindukanmu.
Sejujurnya aku ingin kau disini. Untuk sekedar berbagi cerita tentang pekerjaanmu atau apapun yang indah untuk dibicarakan.

Aku membayangkan hal yang mungkin tak akan mungkin terjadi.
Aku berharap ketika ada suara ketukan pintu, ketika itu pula ku temukan sosokmu disana. Tak lebih yang ku mau, Tuan. Hanya ingin melihatmu. Melihat mata teduhmu.
Ah sudahlah, Tuan. Aku biasa menggembalakan rinduku sendiri. Aku selalu mendukung apapun yang kau lakukan.
Aku tak ingin menjadi penghambat kesuksesanmu.

Biar rindu ini aku obati sendiri. Saat dahi ini menyentuh lantai bersujud pada tuhan kukirimkan sebait doa untuk kesuksesanmu.

Jaga hatimu untukku, ya :) aku mencintaimu

Jumat, 13 Juni 2014

Tak lagi kutemui kita. Kemana?

hai selamat malam.
apa kabar? semoga akan selalu baik-baik saja. semoga saja hangat doaku bisa sampai padamu. mengiringi tiap langkah mu.
aku hanya ingin berbagi cerita padamu lewat tulisan ini. berharap saat kamu membaca ini, kamu mengerti.

saat aku menulis tulisan ini, aku baru saja pulang.  


taukah? aku kembali ketempat dimana kita pertama kali pergi. dimana saat itu nampaknya alam menangis bahagia. ya kita kehujanan.
itu yang menyenangkan bukan? menyenangkan sekali.
setelah itu kita teruskan malam itu dengan duduk berdua.
aku masih ingat ketika kau mengambil handphone mu dan mencoba utk mengabadikan moment itu. kamu mencoba memotretku dan aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. kau tau tidak? aku malu.

namun saat tadi aku kembali kesana, terasa berbeda. tempat yang dulu indah dan menyenangkan berubah menjadi sangat menyakitkan.
aku berharap menemukan bahagianya kita disana. namun yang kutemukan? kenangan yang tengah meringis pasrah ditiup angin. entah aku dan kamu yang bahagia disana pergi.

kamu paham rasanya? menyakitkan, tuan.
sungguh ini sakit.
jika boleh ku minta pada tuhan, aku ingin kenangan itu kembali. aku masih ingin bersamamu.



jika tau akhirnya seperti ini, tak kan kulepaskan genggammu saat itu. tidak akan.
jika tau akhirnya seperti ini, tak kan ku alihkan pandanganku pada matamu yang memerah saat itu.
jika tau akhirnya seperti ini, akan aku pererat rangkulku pada lenganmu.

 

ku biarkan bahagiaku pergi mencari bahagianya.
ku biarkan nyamanku pergi mencari nyamannya.

karna bahkan, aku sendiripun tak pernah tau dimana letak salahku.
laki-laki yang dulu menyenangkan berubah menjadi sangat asing.

saat ini, kamu masih menjadi alasan mengapa aku tidur terlalu larut.
kenangan kita masih terlalu ribut.
hatiku masih terpaut.

saat kamu membaca tulisan ini, rasaku masih sama.

Kamu? kesakitanku


"berikan kejelasan atas hubungan ini yaAllah yatuhan, jangan biarkan harapku semakin tinggi saja karena sesungguhnya terjatuh itu menyakitkan" 
perempuan ini menyempurnakan shalatnya dengan berdoa. Lalu kedua tangannya mengusap lembut wajahnya seraya mengaminkan doa yang tadi ia panjatkan. 

Minggu malam ini ia habiskan seperti biasa. Duduk didepan tv, pandangannya kelayar namun pikirannya entah terbang kemana. 
Laki-lakinya memang rajin sekali membuat fikirannya terbagi. 
Getar handphonenya membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum melihat nama si laki-laki muncul disana. 
"sedang apa kamu?" 
pesan sesingkat itu bisa menghadirkan senyumnya lagi. 
Serasa tak ingin membuat laki-lakinya menunggu lama, ia dengan cekatan membalas pesan itu. Senyumnya tertera indah diwajahnya. Senyum manis itu pernah hilang. Ia berharap senyum itu masih bisa ia kembangkan. Dan laki-lakinyalah yang ia harap bisa menjadi alasan atas senyumnya itu.  
Ia tengok lagi handphonenya yang menunjukan is writing a message. Lama ia menunggu. Ponselnya berdering. Dengan sumringah ia buka pesan itu. 
"we are better to be friend..." 
ia diam. Meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sedang bermimpi. Hening sekali. 
Namun sungguh hatinya tidak sehening itu. Hatinya meringis. Ini perih; teramat. Masih tak ia percayai apa yang ia baca. 
"Maaf tidak bisa jadi apa yang kamu harapkan, sekarang kita bebas mencintai/dicintai oleh orang yang kita sayangi..." 
hei bodoh! Kamulah orang satu-satunya yang ia sayangi. 
Kamulah satu-satunya alasan ia untuk bersabar. 
Kamulah satu-satunya yang ia harapkan. Untuk bisa hidup bahagia bersamamu kelak. 

Sungguh, pesan seperti itu telah dengan bengis mengusir senyumnya. Ia kehilangan senyumnya; lagi. 
Dihatinya berkecamuk segala kenangan dan pertanyaan. 
"mengapa berakhir seperti ini tuhan? Kupikir besar sabar ku bisa terbalas dengan bahagia bersamanya. Lalu ini apa? Kemana perginya ia yang dulu? Ketidaknyamanan apa yang telah kuperbuat? Aku selalu mengerti kesibukannya yang bahkan seperti perlahan menyingkirkan aku. Dimana letak salahku? Memang selama ini aku menuntut apa darinya? Tidak ada. Sungguh, apa salah jika aku hanya sekedar mengingatkan agar ia tak lupa dengan makan siangnya? Agar ia tak terlalu sibuk hingga melupakan tentang kesehatannya? Apa perhatianku terlalu berlebihan? Jika iya, lalu apa arti kata-katanya yang manis dulu? Apa maksudnya memintaku menjadi perempuannya? Apa tuhan?" 

ia menangis, namun ia tak membiarkan airmata itu jatuh terlalu banyak. Ia seka airmatanya. 
Ia kuatkan dirinya untuk membalas pesannya.  
"baiklah :) " 
lewat emoticon sesederhana titik dua dan tutup kurung ia seakan menunjukan pada laki-laki itu, 
"lihat! Aku baik-baik saja. Pergilah! Sungguh aku baik saat ini. Aku tak terluka sedikitpun" 
Inikah yang kau maksud dengan -insyaAllah datang tidak untuk menyakiti- yang pernah kau ucapkan dihadapanku? 
Entah... Ini sangat berat. Sungguh tak terbayang sebelumnya. Samasekali tidak pernah. 
Layar ponselnya kembali menyala karna pesan dari laki-laki itu lagi. 
"aku akan selalu support kamu" 
tidak perlu, sungguh kau cukup pergi saja. Tak usah datang lagi. Terimakasih atas ini, ya. Luka dulu tak lebih sakit dari ini. Namun tenanglah. Aku tak perlu dirimu untuk membantuku mengobatinya.. 
Ingatlah, saat kau sibuk menanyakan segala tentangku kepada temandekatku.



Ingatlah, saat kau pertama kali menjemputku. 
Ingatlah, saat kita terjebak hujan, duduk berdua didalam bis, pergi berdua. 
Ingatlah saat kau mengirimkanku -nanti aku satnight sama siapa kalau kamu disana?- ketika aku pergi keluar kota. 
Ingatlah kata-katamu saat kau memintaku menjadi perempuanmu. 
Sungguh aku ingin tau, samakah yang kau rasakan dengan yang kurasa? Hatiku menjerit jika ingat itu semua. Indah, namun menyakitkan.

Kini berbahagialah dengan keputusanmu, dengan hidupmu, dan dengan kesibukanmu.
Kan kukubur dalam-dalam harapku yang ingin sekali menemani kehidupanmu kelak.


Saat ini, aku masih belum baik. Selamat malam.