Jumat, 20 Juni 2014

Tentang kita yang kini berjarak

-Selamat pagi, sayang. Bangunlah. Aku jemput jam 9. Aku ingin menghabiskan satu hari ini bersamamu. See u baby-

aku terbangun karna dering ponselku yang berbunyi. Dengan mata sayu aku meraba-raba meja berusaha meraih ponselku. Aku terdiam membaca pesan itu. Aku ingat esok ia harus pergi. Sejujurnya aku berharap ini hanya mimpi, namun aku sadar ini nyata. Bukan mimpi. Aku membenamkan diri pada selimutku.


"kenapa hari berlalu begitu cepat tuhan? Aku tidak siap jauh dari laki-laki bodoh itu"


perpisahan itu memang harus terjadi. Memang terkadang kenyataan itu terlalu pahit.


Ponselku menyala. Aku melihat namanya muncul dilayar handphoneku.


-sampai kapan kamu membiarkanku didepan sini sendiriaan. Cepatlah aku sudah didepan-


aku langsung lari menuju pintu depan setelah membaca pesannya. Aku mendapati senyum si laki-laki ketika membuka pintu. Aku tersenyum bodoh ketika melihat laki-laki itu. Yatuhan, kuasamu begitu besar menciptakan laki-laki semenyebalkan ini. Aku menyayanginya. Aku memeluknya. Erat dan lama sekali. Aku membenamkan wajahku pada pelukannya. Bagiku tak ada tempat ternyaman selain dipelukannya. Bisakah waktu engkau hentikan didetik ini, Tuhan?



"Apa kamu harus benar-benar pergi? Kenapa tidak disini saja" ucapku dengan nada lemah.


"hei dengar! Aku pergi hanya untuk melanjutkan kuliahku. Aku akan kembali. Pasti. Percayalah" ucap silaki-laki. Ia meletakkan tangannya kepipiku.ia menatapku dengan tatapan penuh makna. Berusaha meyakinkan aku. Mungkin ia berharap agar ia bisa menghapus sedikit kesedihanku. Menyebalkan! Tatapan itu justru melemahkanku, bodoh.


Ia menarik tubuh siperempuan kedalam peluknya lagi.

"sudahlah aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu. Jangan bersedih lagi. Oke" ia tersenyum dan menarik tanganku keluar.


"Tuhan bolehkah kuminta agar hari ini berjalan lebih lama. Ku mohon tuhan"




Hari ini tiba juga. Aku tau perpisahan ini hanya sementara. Ini semua demi kebahagiaan kami kedepannya. Namun sungguh. Ini berat. Aku tidak bisa membayangkan hari-hariku kulewati tanpa dia. Dia memang sering menyebalkan dan hal itu yang membuatku lebih merindukannya.

Kita duduk berdua diruang tunggu stasiun. Kusandarkan kepalaku pada bahunya. Ku lingkarkan tanganku pada perutnya.
Disini ramai, namun aku merasa sangat sepi.

"kamu jangan nakal. Jangan suka telat makan lagi. Kamu tidak akan membiarkanku tidak tenang krn mendengarmu sakit, kan? Aku akan menemuimu saat aku libur panjang" suara teduhnya memecah keheningan.


"Jaga hatimu untuk aku ya. Aku akan merindukanmu." hanya itu yang bisa terucap olehku. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ingin sekali menahannya untuk tetap tinggal. Namun semua percuma. Aku sadar, keegoisanku hanya akan menghambatnya.


"aku sudah harus pergi sekarang. Kamu hati-hati pulangnya. Jangan sedih. Aku menyayangimu" ucapnya.


aku memeluknya lagi. Biar ku balas kata-katanya tadi dengan pelukan saja. Aku percaya sebuah pelukan mampu menyampaikan lebih dari sekedar kata-kata.


"aku mencintaimu. Cepatlah pulang" aku tak tahan lagi menahan kata-kataku. Ia melepas peluknya. Melangkahkan kaki masuk kedalam kereta. Aku tak ingin menangis. Aku tak ingin memberatkan langkahnya.


Aku tak ingin kalah dengan jarak. Biarlah ia merentangkan tangan sejauh-jauhnya. Ia harus tau cinta kami tak kan kalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar