Senin, 06 Oktober 2014

Dua Tahun

Saat ini kamu dihadapanku. Merunduk entah karena rasa bersalahmu atau bahkan rasa malu. Kulihat sebutir airmata jatuh dari pelupukmu, yang lalu dengan segera kau seka dengan jemarimu. Mungkin kamu tak ingin terlihat semakin lemah dihadapanku. Bukan main, masih saja kamu berpegang erat pada egomu.
Sejujurnya, saat ini bukan kamu saja yang runtuh. Aku yang berdiri dihadapmupun rasanya sudah hampir ambruk. Aku diserang dua rasa yang tiba-tiba menyergap hati dan otakku kala membuka pintu dan mendapatimu berdiri lesu.
 

Kamu tahu rasanya saat harus bertemu seseorang yang dengan telak menghancurkanmu? Namun kamu juga sangat merindukan orang itu.tak munafik, aku masih menyimpan sedikit cinta untukmu. Namun saat ini antara ingin memakimu dan ingin memelukmu. Aku ingin memaki karena kamu telah begitu saja meninggalkanku. Hey. Kemana saja dua tahun ini?! Seenaknya pergi lalu kini kembali lagi? Kamu pergi seperti dihidupmu tak pernah ada aku. Apa kamu tahu? Aku sudah seperti orang gila mencarimu. Menanyakan keberadaanmu.
Berbulan-bulan aku mencoba bangkit dan sendirian membangun hidupku lagi. Dan kini dengan sekali melihatmu berlutut pertahananku hancur. Aku harus apa? memaafkanmu? Atas yang telah kau lakukan padaku? Rasa sakitku kini sudah terlanjur lebih besar drpd cintaku. Kamu patut tahu.
 

Aku bergetar saat mencoba meraih pundakmu agar tak lagi berlutut padaku. Aku berkata lirih padamu. Aku memaafkanmu. Namun cinta sudah tak seperti dulu. Maaf untuk hati yang tak lagi mampu menerimamu. Aku sudah hampir sampai pada keberhasilanku melupakanmu. Kita sudah takmungkin lagi, walau kini dihadapanku tepat bersama airmatamu, kamu berjanji untuk tak lagi menyakiti.
Dua tahun, bukankah seharusnya kamu sudah terbiasa jika tanpa aku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar