Saat ini kamu dihadapanku. Merunduk entah karena rasa bersalahmu atau
bahkan rasa malu. Kulihat sebutir airmata jatuh dari pelupukmu, yang
lalu dengan segera kau seka dengan jemarimu. Mungkin kamu tak ingin
terlihat semakin lemah dihadapanku. Bukan main, masih saja kamu
berpegang erat pada egomu.
Sejujurnya, saat ini bukan kamu saja yang runtuh. Aku yang berdiri
dihadapmupun rasanya sudah hampir ambruk. Aku diserang dua rasa yang
tiba-tiba menyergap hati dan otakku kala membuka pintu dan mendapatimu
berdiri lesu.
Kamu tahu rasanya saat harus bertemu seseorang yang dengan telak
menghancurkanmu? Namun kamu juga sangat merindukan orang itu.tak
munafik, aku masih menyimpan sedikit cinta untukmu. Namun saat ini
antara ingin memakimu dan ingin memelukmu. Aku ingin memaki karena kamu
telah begitu saja meninggalkanku. Hey. Kemana saja dua tahun ini?!
Seenaknya pergi lalu kini kembali lagi? Kamu pergi seperti dihidupmu tak
pernah ada aku. Apa kamu tahu? Aku sudah seperti orang gila mencarimu.
Menanyakan keberadaanmu.
Berbulan-bulan aku mencoba bangkit dan sendirian membangun hidupku
lagi. Dan kini dengan sekali melihatmu berlutut pertahananku hancur. Aku
harus apa? memaafkanmu? Atas yang telah kau lakukan padaku? Rasa
sakitku kini sudah terlanjur lebih besar drpd cintaku. Kamu patut tahu.
Aku bergetar saat mencoba meraih pundakmu agar tak lagi berlutut
padaku. Aku berkata lirih padamu. Aku memaafkanmu. Namun cinta sudah tak
seperti dulu. Maaf untuk hati yang tak lagi mampu menerimamu. Aku
sudah hampir sampai pada keberhasilanku melupakanmu. Kita sudah
takmungkin lagi, walau kini dihadapanku tepat bersama airmatamu, kamu
berjanji untuk tak lagi menyakiti.
Dua tahun, bukankah seharusnya kamu sudah terbiasa jika tanpa aku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar