Kamis, 13 November 2014

Perempuan dari balik jendela

Untuk @birulangit__ #DuetPuisi

Perempuan itu menatap jauh dari balik jendela.
 Mata seolah berharap mampu menangkap satu sosok yang paling ditunggu jiwa.
Dulu, ia sebut laki-lakinya. Kini, kata mantan terselip didepannya.
Sebenarnya ia tau, tak akan ia dapati yang ia cari.
Tapi hati memaksa untuk tidak berhenti.
Sedang logika menyuruhnya tak mendengarkan hati.
Jika begini, hanya dia yang mampu menegahi logika dan hati yang berkelahi.
Bukan tidak mungkin, mendung yang ia rasa berganti cerah tak terhingga kala ia lihat ia lelakinya.
Cerau kesedihanpun mendadak sirna.
Kembalilah, pelukku merindukan tuannya.

Perempuan dari balik jendela

Untuk @birulangit__ #DuetPuisi

Perempuan itu menatap jauh dari balik jendela.
 Mata seolah berharap mampu menangkap satu sosok yang paling ditunggu jiwa.
Dulu, ia sebut laki-lakinya. Kini, kata mantan terselip didepannya.
Sebenarnya ia tau, tak akan ia dapati yang ia cari.
Tapi hati memaksa untuk tidak berhenti.
Sedang logika menyuruhnya tak mendengarkan hati.
Jika begini, hanya dia yang mampu menegahi logika dan hati yang berkelahi.
Bukan tidak mungkin, mendung yang ia rasa berganti cerah tak terhingga kala ia lihat ia lelakinya.
Cerau kesedihanpun mendadak sirna.
Kembalilah, pelukku merindukan tuannya.

Selasa, 11 November 2014

Petarung Jarak

Teruntuk @BiruLangit__ yang akhir ini sibuk. #DuetPuisi.

Rebah dalam gelap dengan boneka yang kau hadiahi masih kudekap. 
Aku merindukanmu wahai pemilik dada yang tegap. 
Tempat dimana aku selalu bahagia kau sekap. 
Berbagi cinta agar kelak kedalam hatimu ia mampu meresap.

Aku terlalu tak sabar untuk esok hari yang haru. 

Dimana dua rindu bertemu padu. 
Setelah sekian lama bertarung rindu dan waktu, hingga tak jarang didera sendu. 
Ay, esok akhirnya dekap kita bisa bersatu. 
Sela jemariku akan terisi lagi karena genggammu.

Malam ini.rembulan bersiul ceria.
Bintang memainkan irama serupa.
Jantungku, memacu detak-detak berirama.
Membentuk eufoni indah nan bermakna.
Mereka patut tahu, aku bahagia.

Kecintaanku padamu laki-laki yang membuatku memilih menjadi petarung jarak. 

Tak satupun kubiarkan curiga mampu memihak. 
Dan cintamu akan kembali untuk yang paling berhak.

Saat rindu semakin memacu debar, mengapa waktu seakan melamban? 
Tak tahukah ia bahwa sudah terlalu banyak rindu yang ku simpan.

Untuk yang ku sayangi, aku tau kelak kau kan pergi lagi. 

Meneruskan kepentinganmu lagi.
Dan aku menjadi petarung jarak lagi.

Aku menyayangimu. Dan tak mampu berhenti.

Minggu, 09 November 2014

Bersamamu, Menjalani Semi.

#DuetPuisi Teruntuk @BiruLangit__

Sepeninggalmu, Ay.
Musim gugur terasa abadi
dalam sanubari.
Menggugurkan rindu
yang mestinya terobati.
Menjadikannya seperti daun kering,
terlepas dari genggaman ranting,
yang siap diterbangkan kepada angin,
Dan pergi sejauh-jauhnya ingin.

Ketiadaanmu, Ay.
Aku hanya mengenal hari tanpa mentari,
Hujan yang setelahnya tanpa pelangi.
Dingin. Dengan sepi, aku gigil.

Kini kamu kembali, 

Bersama semi dan seranting hati,
yang tidak utuh dan rapuh.
Bersamaku, kanku rawat selayaknya pohon rindu.

Berjanjilah, Ay.
Jangan lagi pergi.
Biar saja musim yang berganti.
Tapi tidak dengan penghuni hati.

Jumat, 07 November 2014

Terbanglah, Cinta

Di atas pasir pantai yang putih kita pernah mengukir janji.
Sehidup semati, menjadikannya abadi.
Dan menyematkan rindu sebagai hiasan.

Aku yang terbuai indahnya ucap, hingga lupa jika ukiran pasir tak mengenal abadi.
Hingga menyaksikan sendiri, ombak menggulungnya bersih.
Kini, terbaring aku di atas batu rindu tertajam.

Menyakitkan, kala disampingku tak lagi ada Si Pencipta Janji.
Biar kutitip cinta pada tiap pasang sayap burung dara. Terbanglah sejauh mungkin, cinta.
Tak sekalipun kubutuh buaian dusta.

Senin, 06 Oktober 2014

Teruntuk Segalanya, Terima Kasih

Selamat siang, Kamu.
Menjalani bulan ketiga perpisahan kita. Semua masih terasa sama saja. Tak banyak yang berbeda.
Begitu pula dengan rasa. Cinta yg kamu titip masih ada. Sengaja kusimpan rapi didalam sana.

Aku ingin kamu tahu, bahwa saja aku telah mencoba mengubur dalam-dalam semua rasa yang kamu titip, semua tulisan yang terkutip, dan segala rindu yang selalu mengintip. Aku pernah dan kini aku lelah.

Aku menyerah...

Kini biarkan aku mencintaimu dalam segala bungkam. Menganggap genggam yang sudah melenggang masih bisa kupegang. Menganggap perpisahan ini adalah jalan yang memang tuhan pilihkan sebelum akhirnya bersama lagi, jatuh cinta lagi dan tentu berbahagia lagi.

Ini takkan terasa menyiksa jika saja saat aku merindukanmu aku bisa bersamamu. Namun yang tuhan takdirkan adalah aku yang harus mati-matian meredam rengekan rindu. Ingin menatap sekejap saja, agar rindu berhenti bersuara.

Kamu mampu mengangkatku dari kubangan masalalu yang bertahun-tahun mengubur kebahagianku, memegang tanganku dan mengantarku kedalam kubangan luka baru.

Pertemuan yang singkat tak berarti aku mampu melupakanmu cepat. Segala kebahagiaan yang ada dulu sudah terlanjur terlalu lekat.
Sesal tak sekalipun mampir dalam pikiran. Menjadikanmu berarti adalah jalan yang ku pilih. Hingga saat kamu pergi aku hanya bisa mengeluh lirih sendiri.


Kamu pernah datang dan memberi begitu banyak perhatian. Walau kini semua itu yg membuat aku kesakitan.

Kamu pernah hadir utk sekedar menyemangati, saat tegang seperti ujian mampu kulewati dengan nilai bagus kudapati.

Kamu pernah dengan sepenuh hati menemani, mengantarku ketempat dimana aku harus menyelesaikan segala soal yg menanti.

Kamu pernah jadi alasanku utk tersenyum, saat getir sekalipun.

Kamu pernah dan kini semua itu punah.

Adakah perasaan yang seperti ini pernah hadir dalam hidupmu? Perasaan yang hadir kala aku melewati segala tempat yang dulu kita pernah berhenti utk sekedar berbagi ataupun bersembunyi dari rintik hujan yang sengaja menjahili?

Adakah kamu juga berlirih "aku merindukanmu." "apa kamu ingat?" yang sama seperti yg aku ucapkan saat berada ditempat kita dulu?

Saat ini aku memang sibuk mengobati luka, sedang yang tercinta dengan ketus membuang muka.
Kamu tak peduli tentang tangis dalam tulisanku, bukan?

Lebih dari sakit saat tangan teriris membaca posting disalahsatu social mediamu yang berkata "Siapa yang peduli?"
memang tidak ada yang peduli dengan segala kesakitan ini. Tidak kamu. Tidak juga mereka. Ya memang tidak ada yg ingin menyisihkan waktu untuk mempedulikan.

Andai kamu tahu rasanya. Bukan main bengisnya kamu sekarang. Membaca yg seperti itu seperti menusukkan diri pada pedang tertajam. Jika kamu tak mampu mengobati, tolong jangan buat luka semakin berarti lagi.

Aku iri dengan yang bisa bersamamu disetiap hari.

Aku iri dengan cangkir yang kau kecup setiap hari.

Aku iri dengan selimut yang mampu menghangatkanmu dalam tiap dingin.

Teruntuk segala perhatian yang sempat kamu beri, segala semangat yang menyemangati, segala senyum yang kamu toreh, segala luka yang mendewasakan, aku berterima kasih.



Dari perempuan yang selalu mengirim rindu utk berbisik pada telingamu "Aku mencintaimu..."

Lirik yang melirih

"Meski raga ini tak lagi milikmu, namun didalam hatiku sungguh engkau hidup... Entah sampai kapan, kutahankan rasa cinta ini..."

Dibait lagu ini air mata seakan tak tertahankan lagi. Sedari awal memutar lagu ini yang terbayangkan jelas hanya satu nama. Nama yang tak pernah lupa utk diingat.
Aku tak tahu bagaimana si pencipta lagu sendu ini bisa menulis yang se-menyentuh hati. Mungkin dulu dia sama seperti aku. Alasanku masihlah sama. Aku memutar lagu ini, jelas aku merindukanmu. Berharap kamu bisa mendengarnya untuk mengerti.


"Jauh dilubuk hatiku. Masih terukir namamu. Jauh didasar jiwaku, engkau masih kekasihku..."


Ya kamu masih kekasihku. Tak peduli berapa mulut yang berkata tolol padaku. Bagiku kau masih kekasihku. Untuk mereka kekasih itu adalah orang yang mencintai mereka dengan dekat dalam dekap. Mereka lupa jika aku berbeda dengan mereka.

Kusebut kau kekasih karna memang kamu ku kasihi. Sepenuh hati. Setengah mati. Aku menyayangi diri yang kini sibuk sendiri.
Aku takpeduli jika kamu tak mencintai. Aku tahu, tak selamanya cinta akan berbalas. Kadang ia bisa diabai dengan begitu jelas.

Katakan, saat ini bagaimana bisa membuka hati untuk orang baru sementara disana ada kenang yang mencekatku. Terlalu takut hingga luka tak berlarut.

Dalam tiap sinar bintang yang merintik aku memanggilmu.

Dalam tiap hembus angin yang berdesir aku kirimkan hangat doaku.

Dalam tiap tetes bening air mata yang tertahan, aku masih mencintaimu.

Ku teruskan senandungku teruntuk kamu. Kini lewat lagu baru namun masih dengan isi yang tentangmu. Sanubari seakan menjerit kala bibir melantunkan tiap bait yang seakan mencabik.

".... And hope that you find the missing piece to bring you back to me. Why? Don't you remember... Don't you remember the reason you loved me before...."

Tuan, Tidakkah kamu ingat?

Pelukan Kelukaan

Segala takut ini bukan yang aku ingin sejak awal. Menyesal mengapa kalbu yang dulu berbalut lembut kini melebam nan membiru. Dia berhasil menamparnya kasar. Menyudutkannya pada satu jurang pelukaan.
Hembus angin berbisik, "Berjalanlah, diujung jalan sana yang kau sebut bahagia telah menantimu dengan tangan terbuka..."
Sungguh, percayalah. Aku bahkan akan berlari jika aku bisa. Kenapa memilih berjalan jika dengan berlari aku bisa cepat merebah dalam pelukan?
Tapi kenyataan seringkali membungkam segala khayalan. Bagaimana mampu berlari pabila aku masih tertimpa luka?
Mengertikah kamu sekarang?
Saat ini kepercayaanlah yang mampu mengusir segala himpit pelukaan.
Saat ini uluran tangan hati yang akan akan membawa hati kedalam kesembuhan.
Saat ini luka hanya akan sekedar luka jika kamu berhasil menyembuhkan.
Tuan, butuh waktu utk merapihkan luka. Yang kelak mampu ku tinggal ia dipersimpangan dan melanjutkan cinta.
Mengertilah sedikit tentang aku yang masih berbalut luka. Agar kelak segala kesakitan tak kau tambah dengan penyalahan.
Terucap segala maaf yang lirih dikatakan hati. Jika kamu terlukai, ia menyesal membuat mu menjatuhkan hati.

Kutuliskan lagi, Sepi

Aku kembali menggoreskan apa-apa yang dirasa hati&apa-apa yang terjadi pada diri.
Aku mengira-ngira apa yang kini sedang terjadi. Mengapa harus sesepi ini yang ku alami.

Aku seperti membangun hidup ku lagi. Dimana hanya ada aku sendiri, dengan langit yang hanya bisa mengamati.
Dunia bagiku kini terasa begitu mati.

Tak sadar begitu panjang jalur hidup yang tlah kulalui, dan begitu banyak kuinjak duri. Pada akhirnya kusadari ada yang sangat tersakiti; ia adalah hati.

Aku iri pada yang selalu mempunyai bahu yang setia untuk disandari. Aku cemburu pada yang selalu memiliki peluk yang kapan saja ada untuk didekapi.

Tuhan sungguh, bukan aku tak mensyukuri sujud yang masih kupunyai. Namun, kadang kala aku butuh dekap utk sekedar berbagi.

Kubilang duniaku telah mati, kala mereka-mereka yang ku kira karib kini sibuk pergi terlebih mengkianati.
Sebagian asyik menikmati sendiri sebagian sengaja meninggalkan aku dibelakang sendiri.

Tuhan kini hanya engkau satu-satunya yang paling setia menemani.

Kini eratkan lagi dekapmu pada tubuh lemahku tuhan. Aku yakin engkau akan selalu dengan setiap mengusap tiap tetes yang membasahi pipi.

Ku relakan mereka yang telah jauh pergi.


Selesai kutulis rapih segala jerit kesepian. Merangkainya dengan huruf-huruf yang ku titipkan lirih dalam tiap barisan.

Sama

Malam ini, aku terduduk karena satu rasa yang telah menabrak ingatan dan jiwa.
Dalam sanubari, terlalu banyak hati yang bertanya.

Adakah saat ini kita tengah memandangi langit yang sama, tersenyum kaena menatap bulan yang sama, dan merasa hangat karena disinari oleh cahaya yang sama.
Aku tahu, malam ini tidak ada bintang diangkasa. Namun cahaya bulan saja telah mencukupi kehangatan kita.
Hm, mengapa tidak kita saja yang menjadi bintang diatas sana?
Yang mampu menyinari&memberi indah karena cinta yang kita punya. Hehe... Berbulan-bulan setelah kepergianmu aku masih saja sama ya? Masih seperti dulu yang selalu berandai-andai dengan gila.

Kuketik dengan penuh harap segala yang kudengar kala rinduku berbicara. Direlungku paling dalam, banyak menyimpan tanya.

Mungkinkah kini kamu merasakan yang sama?
Mungkinkah kini kamu dirundung rindu yang sama?
Mungkinkah kamu terdiam karena satu sebab yang juga sama?

Dan mungkinkah kamu melakukan yang juga kulakukan kala ingatan kita yang lalu mulai melanda?

Aku mencoba mencatatnya dalam catatan disocial media, sedang kamu mencatatnya dalam buku yang waktu itu kita beli berdua. Iya, kita beli berdua. Aku harap kamu masih mengingatnya.
Hm. Adakah satu saja tentangku yang kamu tulis disana? Atau sekedar kamu mengingatku saja saat buku itu kau buka.

Perlu kau tau, ka.

Aku masih berdoa teruntuk satu bahagia yang sama.

Suatu hari kita akan terbangun pada malam, detik dan sebab yang sama.
Tangisan mungil dari putri kecil kita.

Kamu, Kesembuhanku

Perempuan ini menatap jauh dari balik jendela. Mata seolah berharap mampu menangkap satu sosok yang paling ditunggu jiwa. Dulu, ku sebut laki-lakiku. Kini, kata mantan terselip didepan kata itu.
Sebenarnya aku tahu, tak akan ku dapati yang aku cari. Tapi hati memaksa untuk tidak berhenti. Sedang logika menyuruhnya tak mendengarkan hati. Jika begini, hanya dia yang mampu menengahi logika dan hati yang berkelahi.

 

Bukan tidak mungkin, mendung yang aku rasa berganti cerah tak terhingga kala aku lihat yang aku harapkan dari balik jendela berjalan menemuiku.
Harapan tinggal harapan. Tidak akan jadi kenyataan.

Kamu patut tahu, kehadiranmu mampu menyamai sebuah obat yang menyembuhkan. Jadi, jika kamu disampingku aku sepertinya perlu menolak suster yang datang membawa obat-obatan.
 

Bersamamupun, rebah dalam kamar penyembuhan ini tak akan terasa bosan. Karena aku tahu, kamu takkan membiarkan aku lepas dari genggaman.
Teruntukmu yang masih kurindukan. Aku sakit, merindukan.

Tadinya

Tadinya, aku bersikeras ingin memperjuangkan. Tadinya aku berubah menjadi sikeras kepala yang selalu ingin bertahan. Hingga akhirnya aku tersadar oleh sebuah tulisan. Untuk apa bertahan atas apa-apa yang sudah tak lagi ada ditangan?
Kini aku sudah berdiri lagi, berusaha menahan hati untuk segera berhenti mencintai namun tidak sampai membenci.
Senja menyadarkanku kala itu "ia sudah bukan milikmu lagi. Untuk apa berlelah hingga begini?" iya, untuk apa aku seperti ini.



Aku lalu meminta maaf pada diri sendiri. Membiarkannya berlama berkubang dalam kenangan yang telah jauh berlari.

Kini aku sudah mengosongkan hati, hingga siap untuk ditempati. Kubuka pintu ini agar yang benar mencintai mampu bersemayam disedalam-dalamnya sanubari.

Kini aku ingin menikmati hidupku dulu, baru mencari yang baru.

Aku ingin memperbaiki yang salah dari diriku, agar yang baru nyaman berlama dengan diriku.

Aku ingin mempercantik akhlakku, agar yang baru tak kalah sholeh dengan yang lalu.

Aku telah mengikat tali sepatu, kini aku siap melangkah untuk hidup yang baru. Selamat tinggal, sendu.

Yang Paling Bahagia

"Apa yang membuatmu merasa jadi yang paling beruntung dan bahagia?"

Minggu pagi. Kita sengaja bermalas diatas tempat tidur hari ini. Kau bilang ingin ditemani. Aku ingin menjadi penurut, jadi ku-iyakan inginmu yg satu ini. . Kau memanggilku dengan manis lalu mengajukan pertanyaan seperti itu. Aku tersenyum. Ku dekatkan lagi tubuhku padamu.

"Sayang, aku merasa paling beruntung kala aku mampu mengawali harimu dengan kecupku didahimu. Seperti ini" lalu aku mengecup dahinya. Ia tertawa kecil. Kuteruskan lagi jawabanku.

"membuatkanmu secangkir kopi tiap pagi. Mencium tanganmu yang kau balas dengan kecupan kecil didahiku saat kau ingin berangkat kekantor. Ah, sudahlah. Aku sudah yang paling bahagia, sayang.

Ia tersenyum lagi, manis sekali. Kali ini ia tak sekedar tersenyum ia memelukku lebih erat lagi.

"O, satu lagi. Bisa menyediakanmu menu-menu favoritmu tiap hari. Pagi siang bahkan malam hari. Aku tahu laki-laki yang satu ini perutnya mudah sekali lapar lagi" kini aku yang tertawa. Meledeknya dengan mengusap-usap perutnya.

"Lalu, apa yang membuatmu bahagia? Aku balik bertanya.

"Sederhana saja, kamu."

"aku?"
"ya, kamu. Apa saja yang kulakukan asal bersamamu, itulah bahagiaku"

Aku terenyuh dalam perkataannya. Aku bahagia memilikinya. Dulu bukankah aku pernah berdoa, tuhan? Kubilang aku ingin sekali ia menjadi imam dalam tiap shalatku, kan? Terimakasih tuhan, karna kini engkau telah mengabulkan.
Hingga kini aku sudah yang paling bahagia saat ini, tuhan.

Lewat dia, hidupku telah engkau sempurnakan. Dengan dia, apa-apa yang kubutuh dalam hidup telah engkau cukupkan.

Ciptaanmu yang satu itu tuhan, adalah yang paling sejatinya kebahaagiaan.

Dua Tahun

Saat ini kamu dihadapanku. Merunduk entah karena rasa bersalahmu atau bahkan rasa malu. Kulihat sebutir airmata jatuh dari pelupukmu, yang lalu dengan segera kau seka dengan jemarimu. Mungkin kamu tak ingin terlihat semakin lemah dihadapanku. Bukan main, masih saja kamu berpegang erat pada egomu.
Sejujurnya, saat ini bukan kamu saja yang runtuh. Aku yang berdiri dihadapmupun rasanya sudah hampir ambruk. Aku diserang dua rasa yang tiba-tiba menyergap hati dan otakku kala membuka pintu dan mendapatimu berdiri lesu.
 

Kamu tahu rasanya saat harus bertemu seseorang yang dengan telak menghancurkanmu? Namun kamu juga sangat merindukan orang itu.tak munafik, aku masih menyimpan sedikit cinta untukmu. Namun saat ini antara ingin memakimu dan ingin memelukmu. Aku ingin memaki karena kamu telah begitu saja meninggalkanku. Hey. Kemana saja dua tahun ini?! Seenaknya pergi lalu kini kembali lagi? Kamu pergi seperti dihidupmu tak pernah ada aku. Apa kamu tahu? Aku sudah seperti orang gila mencarimu. Menanyakan keberadaanmu.
Berbulan-bulan aku mencoba bangkit dan sendirian membangun hidupku lagi. Dan kini dengan sekali melihatmu berlutut pertahananku hancur. Aku harus apa? memaafkanmu? Atas yang telah kau lakukan padaku? Rasa sakitku kini sudah terlanjur lebih besar drpd cintaku. Kamu patut tahu.
 

Aku bergetar saat mencoba meraih pundakmu agar tak lagi berlutut padaku. Aku berkata lirih padamu. Aku memaafkanmu. Namun cinta sudah tak seperti dulu. Maaf untuk hati yang tak lagi mampu menerimamu. Aku sudah hampir sampai pada keberhasilanku melupakanmu. Kita sudah takmungkin lagi, walau kini dihadapanku tepat bersama airmatamu, kamu berjanji untuk tak lagi menyakiti.
Dua tahun, bukankah seharusnya kamu sudah terbiasa jika tanpa aku?

Jumat, 20 Juni 2014

Karna Tuhan Mencintai Kita

Saat ini aku berada tepat didepan komputer. Kamu tau apa yang sedang aku lakukan?
Aku sedang memandangi foto-fotomu saat zaman putih biru dulu.
Aku tertawa sendiri. Bahagia sekali rasanya.
Aku tertawa lepas sekali..Lewat barisan foto tadi aku mengamati perubahanmu.
Kamu dulu lucu ya. Wajahmu itu yang membuatku tertawa lepas.

Aku bangga padamu saat melihat fotomu yang tengah memegang piala. Sungguh bangga.
Bangga pernah menjadi perempuanmu..
Bangga karna setidaknya aku pernah hadir dihatimu walau hanya sebentar saja. singkat.

Andai kamu disini, ya. andai tertawaku ini bisa kau lihat sendiri..
Aku tertawa seakan lupa jika kamu pernah menorehkan luka.
Kini tak kupedulikan luka lagi. Biarlah ia pergi meninggalkan aku bahagia disini.

Yang ku pikirkan sekarang adalah bagaimana bisa tetap menintaimu walau tanpa bicara.
Aku masih ingin mencintaimu.
masih ingin berjuang karnamu.
Karna kau tahu? aku tidak akan selemah itu.

Saat ini kita kembali seperti semula.
kita yang berjauhan.
kita yang saling diam.
kita yang saling tak ingin tahu.
Jangan berpikir jika aku akan begitu saja melepas cinta yang memang untukmu.
Saat ini aku memang berhenti memberitahumu jika aku mencintaimu..Namun tidak dengan perasaanku..
Aku masih sama. Kamu tahu bukan? ajika sekali aku mencinta, aku akan terus berjuang


Aku kira tuhan yang terlalu cinta kita. sehingga ia lebih memilih jalan untuk memisahkan kita. Mungkin ia ingin kita tetap suci tanpa pacaran. Telah kupercayai, jika memang jalannya kita bersama, kita akan bersama lagi..
entah berapa hari, minggu bulan atau bahkan tahun lagi..

Kamu mau tahu? tiap hari aku bercakap pada tuhan.Percakapan dengan isi yang selalu sama. 
Ku Bilang padanya, "tuhan aku ingin sekali menjadi masadepannya. Menjadi ibu dari anak-anaknya. Aku ingin menjadi abadi dihidupnya. Aku mencintainya. Aku ingin menjadi sandarannya pada titik terlemahnya. Jaga hatinya jika itu memang untukku"

Berlebihan? tidak. Itu memang harapanku.
Jangan pikir jika aku berhenti memberimu perhatian. Aku hanya mengalihkannya pada tuhan. Ia akan selalu melindungimu. Karna tuhan mencintaimu...

 

Menjadi kamu, aku mau

Udara dingin malam ini ditambah lagi ingatan tentang kita berhasil membuatku menggigil. Aku menggigil hingga tak sadar menjatuhkan airmata.
Bodoh! Kenapa harus menangisimu lagi? Yang jelas-jelas lebih memilih pergi. Padahal aku masih ingin memperjuangkan, masih ingin memperhatikan.

Bisakah sebentar saja kupinjam hatimu? Aku ingin tahu bagaimana rasanya pergi begitu saja dengan mudahnya. Aku ingin tahu rasanya mengabaikan. Aku ingin tahu rasanya tidak mempedulikan dan melupakan.


Tapi sungguh, aku tak akan membiarkanmu merasakan rasanya jadi aku. Ini terlalu menyakitkan untukmu. Kamu tak usah bersakit-sakit. Hanya perlu tertawa-tawa bahagia.

Dan disini, akupun tersenyum melihatmu tersenyum.

Aku akan terus mendoakan kebahagiaanmu, tuan. Akan terus dan akan selalu mendoakanmu. Aku benci mengakui bahwa kita -yang dulu pernah bersama bahagia- masih mendominasi pikiranku. Aku benci ketika masalalu menyeret dan memaksaku mengingatnya.


Maaf jika tulisan ini mengganggumu. Aku sudah berusaha melupakanmu, tenang saja. Jangan hiraukan tulisan ini. Aku menulisnya krn berharap lukaku akan berangsur-angsur mengering jika aku bisa mengungkapkannya.


Saat ini aku sedang membangun hidupku kembali. Dengan hati yang masih belum membaik karna masih mencintai. Selamat Malam

Tentang kita yang kini berjarak

-Selamat pagi, sayang. Bangunlah. Aku jemput jam 9. Aku ingin menghabiskan satu hari ini bersamamu. See u baby-

aku terbangun karna dering ponselku yang berbunyi. Dengan mata sayu aku meraba-raba meja berusaha meraih ponselku. Aku terdiam membaca pesan itu. Aku ingat esok ia harus pergi. Sejujurnya aku berharap ini hanya mimpi, namun aku sadar ini nyata. Bukan mimpi. Aku membenamkan diri pada selimutku.


"kenapa hari berlalu begitu cepat tuhan? Aku tidak siap jauh dari laki-laki bodoh itu"


perpisahan itu memang harus terjadi. Memang terkadang kenyataan itu terlalu pahit.


Ponselku menyala. Aku melihat namanya muncul dilayar handphoneku.


-sampai kapan kamu membiarkanku didepan sini sendiriaan. Cepatlah aku sudah didepan-


aku langsung lari menuju pintu depan setelah membaca pesannya. Aku mendapati senyum si laki-laki ketika membuka pintu. Aku tersenyum bodoh ketika melihat laki-laki itu. Yatuhan, kuasamu begitu besar menciptakan laki-laki semenyebalkan ini. Aku menyayanginya. Aku memeluknya. Erat dan lama sekali. Aku membenamkan wajahku pada pelukannya. Bagiku tak ada tempat ternyaman selain dipelukannya. Bisakah waktu engkau hentikan didetik ini, Tuhan?



"Apa kamu harus benar-benar pergi? Kenapa tidak disini saja" ucapku dengan nada lemah.


"hei dengar! Aku pergi hanya untuk melanjutkan kuliahku. Aku akan kembali. Pasti. Percayalah" ucap silaki-laki. Ia meletakkan tangannya kepipiku.ia menatapku dengan tatapan penuh makna. Berusaha meyakinkan aku. Mungkin ia berharap agar ia bisa menghapus sedikit kesedihanku. Menyebalkan! Tatapan itu justru melemahkanku, bodoh.


Ia menarik tubuh siperempuan kedalam peluknya lagi.

"sudahlah aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu. Jangan bersedih lagi. Oke" ia tersenyum dan menarik tanganku keluar.


"Tuhan bolehkah kuminta agar hari ini berjalan lebih lama. Ku mohon tuhan"




Hari ini tiba juga. Aku tau perpisahan ini hanya sementara. Ini semua demi kebahagiaan kami kedepannya. Namun sungguh. Ini berat. Aku tidak bisa membayangkan hari-hariku kulewati tanpa dia. Dia memang sering menyebalkan dan hal itu yang membuatku lebih merindukannya.

Kita duduk berdua diruang tunggu stasiun. Kusandarkan kepalaku pada bahunya. Ku lingkarkan tanganku pada perutnya.
Disini ramai, namun aku merasa sangat sepi.

"kamu jangan nakal. Jangan suka telat makan lagi. Kamu tidak akan membiarkanku tidak tenang krn mendengarmu sakit, kan? Aku akan menemuimu saat aku libur panjang" suara teduhnya memecah keheningan.


"Jaga hatimu untuk aku ya. Aku akan merindukanmu." hanya itu yang bisa terucap olehku. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ingin sekali menahannya untuk tetap tinggal. Namun semua percuma. Aku sadar, keegoisanku hanya akan menghambatnya.


"aku sudah harus pergi sekarang. Kamu hati-hati pulangnya. Jangan sedih. Aku menyayangimu" ucapnya.


aku memeluknya lagi. Biar ku balas kata-katanya tadi dengan pelukan saja. Aku percaya sebuah pelukan mampu menyampaikan lebih dari sekedar kata-kata.


"aku mencintaimu. Cepatlah pulang" aku tak tahan lagi menahan kata-kataku. Ia melepas peluknya. Melangkahkan kaki masuk kedalam kereta. Aku tak ingin menangis. Aku tak ingin memberatkan langkahnya.


Aku tak ingin kalah dengan jarak. Biarlah ia merentangkan tangan sejauh-jauhnya. Ia harus tau cinta kami tak kan kalah.

Long Night

Aku tak sengaja tertidur saat menunggumu pulang malam ini. Dan saatku terbangun, kamulah yang pertama kali terpikir olehku. Kutengok jam didinding.

00:09

Tanpa berlama, tanganku yang cekatan segera mengambil handphone dengan harapan namamu muncul dilayar.

-tidak ada pesan-

aku menghela nafas. Kekhawatiran merasuk dengan cepat. Ketakutan mulai menguasai beberapa sudut dalam hatiku. Pikiranku sibuk sendiri menduga-duga apa yang terjadi padamu. Dengan perasaan seperti itu mendorong jari jemariku mengetikkan beberapa pesan untukmu.

"dimana?:("
"kamu kemana?"

Aku sengaja tak tertidur malam ini. Menunggu jam menunjukkan pukul 02:00. Aku ingat kau pernah bilang jika kau sering terbangun pada jam itu. Ya. Aku mau kau bangun dan meluangkan sedikit saja waktumu untuk berkabar dengan ku. Bersediakah?

03:00

Tidak terasa hampir 3 jam aku tak tertidur. Rasa khawatirku mungkin lebih besar dari kantukku. Aku masih sibuk menerka-nerka, tuan. Aku masih sibuk bercakap dengan tuhan. Berkali-kali kutengok handphone. Berkali-kali pula tak kutemukan namamu muncul dilayar.

Tuan, maaf jika berlebihan. Aku tidak tahu bagaimana bisa hati ini begitu khawatir. Maaf. Maafkan aku :(

Sebenarnya akupun tidak ingin seperti ini. Aku tak mau mengkhawatirkanmu seperti ini. Aku takut jika kekhawatiran dan perhatianku ini justru membuatmu tidak nyaman..

07:00

Pagi ini ku awali bahkan tanpa pesan darimu. Mungkin aku hanya belum terbiasa. Belum terbiasa dengan kamu dan kesibukanmu. Ku beranikan diri untuk memulai percakapan dengan mu.

"Tadi malam kamu kemana?"

kamu membalasnya

"Biasa saja, pulang kerja kelelahan dan langsung tidur"

Membaca pesanmu membuatku menghela nafas. Sesingkat itu? Semudah itukah bagimu? kau tak tau semalaman aku bertarung dengan kekhawatiranku karna tak mendapat kabarmu?
Terlalu beratkah bagimu untuk sekedar mengabariku? aku menunggu itu. Lanjutkanlah harimu.. Jaga kesehatanmu. Aku menyayangimu

Mencintai Dalam Doa

Disetiap lamunanku, selalu terselip dirimu. Bagaimanakah kabarmu. Sesempurna apa hidupmu yang saat ini kau jalani dengan si cantik itu? Kalian sudah pasti bahagia :') Dear, tahukah kamu? Walaupun kita tak saling berkabar lagi, bukan berarti aku tak lagi memperhatikanmu. Ragaku memang ada disini. Namun pikiranku tetap berusaha menjangkau satu sudut dalam otakmu.berharap agar sedetik saja bisa masuk dalam fikiranmu hingga sedetik saja terpikir olehmu.
 


Hatiku, selalu saja mengawasimu dengan merasakan apa yang kau rasakan. Dan doaku, seperti tak pernah letih memohon untuk kebahagiaanmu pada tuhan. Seperti sudah terbiasa, aku selalu mencari tau segala tentangmu. Rasanya tak ingin melewatkan apapun tentangmu. Sedikitpun. Aku tak ingin. Aku ingin melihatmu bahagia. Bahkan dengan seseorang yang sejujurnya aku tak ingin ia menjadi sebab atas tawamu. Mengetahui bahwa laki-lakiku kini bahagia, akupun merasakannya. Hingga tak terasa setetes air bening jatuh dari pelupuk mata ini. Aku harap ini air mata bahagiaku krn melihat laki-lakiku yang tengah menikmati hidupnya. Jika aku bisa meminta pada wanitamu, aku ingin meminta untuk ia selalu memberikanmu kasihsayang. Aku juga akan memohon agar ia tak sekalipun menyakiti hatimu. Mengapa? Dear. Melihatmu bahagia saja aku sakit, lalu apa kabarnya hatiku jika melihat kamu terluka? Aku mohon. Tolong, jangan membenciku atas rasa sayang ini, Dear. 

Kau tak perlu cemas. Aku telah terlanjur berjanji pada diriku sendiri untuk tak mengotori hidupmu lagi. Tapi biarkanlah doa ini selalu menjadikanmu isi dalam percakapannya dengan tuhan. Perempuanmu mungkin punya caranya sendiri untuk membahagiakanmu.Aku pun tak ingin kalah. Aku juga punya caraku sendiri, lewat tuhan dan lewat doa. Jika kau masih melarangnya juga, lalu dengan apa lagi agar aku bisa membahagiakanmu dan  tetap menjagamu, walau dari kejauhan.
 

Tuhan, jika aku boleh meminta, aku ingin sekali saja memeluknya. Aku ingin bersandar dibahunya. Aku ingin menggenggam tangannya. Sejujurnya aku lelah melakukan itu semua dalam mimpi. Dimana aku harus tertidur dulu untuk bisa bertemu. Dan akan kehilangannya lagi ketika aku bangun. Aku ingin merasakan dicintai oleh orang yang kucintai, dengan sangat.
 

Dear, langit sudah mulai terang. Mataharipun sudah beranjak dari tempatnyaa. Bangunlah. Jangan lupa untuk memberikan wanitamu ucapan 'selamat pagi sayang'. Aku tau dia sama sepertiku. Sama-sama menunggu pesan itu datang darimu. Tapi untuknya itu sangat mungkin. Bagiku? Tak usah hiraukan lagi keinginanku. Kini kebahagiaanmu adalah dia :)

Semu

Beri tahu aku bagaimana cara agar bisa dengan mudah melupakannya, tanpa harus menyakiti diriku sendiri. Memaksa otakku untuk berhenti mengingatnya itu menyakitkan. Aku selalu berusaha untuk tidak memikirkannya. Namun ternyata tanpa aku inginkan dia selalu hadir dalam ingatanku. Aku lelah. Aku selalu gagal. Rasanya namanya sudah terlalu lekat dalam ingatan. Dirinya sudah menjadi bagian dalam hidupku, ikut mengalir dalam aliran darahku. Aku sendiri tidak tau mengapa aku begitu mencintai seseorang yang tidak nyata:') Dia hanya bisa menjadi khayalan. Tiap kali berharap ia menjadi nyata aku selalu memaki diriku sendiri "Bodoh! Semua takkan mungkin" kini aku sadar aku hanya perlu waktu untuk melupakannya. 

Perlahan&menyakitkan. 

Berapa lama lagi yang aku butuhkan untuk bisa seutuhnya melupakannya? Cara apa lagi yang harus aku lakukan. Aku lelah:'( membayangkan orang yang aku sayangi dengan sangat bahagia dengan wanitanya adalah rasa sakit yg teramat sangat. Jika kalian masih berfikir ini hanya sebuah keinginan untuk memiliki, benarkah? Apakah yang kalian maksud itu sesakit ini? Aku menyayanginya, bahkan tanpa alasan. Aku tak punya alasan. Yang aku tau tiap bersamanya aku bahagia dan tanpanya aku luka.

 Aku senang sekali berkhayal. Karena hanya lewat khayalan aku bisa merangkulnya, memeluknya, memiliki ia seutuhnya. Namun saatku tersadar, luka ini semakin parah mengingat dirinya tak akan pernah menjadi nyata. Bahagialah dear. Aku akan selalu menahan airmataku agar tuhan tak menghitung butir airmataku karna aku tak ingin kamu merasakan sakitnya menjadi aku.

Kini, kubiarkan cinta ini mengabadi. Aku terlalu sibuk mencinta sendiri. cinta ini tak perlu kau balas. aku sendiri menikmatinya.

Ini masih tentang rindu..

Kuhabiskan sabtu malam ini dengan meratapi rindu. Rindu yang -mungkin- tak kau pikirkan.

Taukah kamu, Tuan? Aku menunggumu diteras rumah. Kuhabiskan berjam-jam disana. Berharap sosokmu hadir. Namun hanya angin yang selalu setia hilir mudik.

Aku merindukanmu.
Ya. Sangat merindukanmu.
Sejujurnya aku ingin kau disini. Untuk sekedar berbagi cerita tentang pekerjaanmu atau apapun yang indah untuk dibicarakan.

Aku membayangkan hal yang mungkin tak akan mungkin terjadi.
Aku berharap ketika ada suara ketukan pintu, ketika itu pula ku temukan sosokmu disana. Tak lebih yang ku mau, Tuan. Hanya ingin melihatmu. Melihat mata teduhmu.
Ah sudahlah, Tuan. Aku biasa menggembalakan rinduku sendiri. Aku selalu mendukung apapun yang kau lakukan.
Aku tak ingin menjadi penghambat kesuksesanmu.

Biar rindu ini aku obati sendiri. Saat dahi ini menyentuh lantai bersujud pada tuhan kukirimkan sebait doa untuk kesuksesanmu.

Jaga hatimu untukku, ya :) aku mencintaimu

Jumat, 13 Juni 2014

Tak lagi kutemui kita. Kemana?

hai selamat malam.
apa kabar? semoga akan selalu baik-baik saja. semoga saja hangat doaku bisa sampai padamu. mengiringi tiap langkah mu.
aku hanya ingin berbagi cerita padamu lewat tulisan ini. berharap saat kamu membaca ini, kamu mengerti.

saat aku menulis tulisan ini, aku baru saja pulang.  


taukah? aku kembali ketempat dimana kita pertama kali pergi. dimana saat itu nampaknya alam menangis bahagia. ya kita kehujanan.
itu yang menyenangkan bukan? menyenangkan sekali.
setelah itu kita teruskan malam itu dengan duduk berdua.
aku masih ingat ketika kau mengambil handphone mu dan mencoba utk mengabadikan moment itu. kamu mencoba memotretku dan aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. kau tau tidak? aku malu.

namun saat tadi aku kembali kesana, terasa berbeda. tempat yang dulu indah dan menyenangkan berubah menjadi sangat menyakitkan.
aku berharap menemukan bahagianya kita disana. namun yang kutemukan? kenangan yang tengah meringis pasrah ditiup angin. entah aku dan kamu yang bahagia disana pergi.

kamu paham rasanya? menyakitkan, tuan.
sungguh ini sakit.
jika boleh ku minta pada tuhan, aku ingin kenangan itu kembali. aku masih ingin bersamamu.



jika tau akhirnya seperti ini, tak kan kulepaskan genggammu saat itu. tidak akan.
jika tau akhirnya seperti ini, tak kan ku alihkan pandanganku pada matamu yang memerah saat itu.
jika tau akhirnya seperti ini, akan aku pererat rangkulku pada lenganmu.

 

ku biarkan bahagiaku pergi mencari bahagianya.
ku biarkan nyamanku pergi mencari nyamannya.

karna bahkan, aku sendiripun tak pernah tau dimana letak salahku.
laki-laki yang dulu menyenangkan berubah menjadi sangat asing.

saat ini, kamu masih menjadi alasan mengapa aku tidur terlalu larut.
kenangan kita masih terlalu ribut.
hatiku masih terpaut.

saat kamu membaca tulisan ini, rasaku masih sama.

Kamu? kesakitanku


"berikan kejelasan atas hubungan ini yaAllah yatuhan, jangan biarkan harapku semakin tinggi saja karena sesungguhnya terjatuh itu menyakitkan" 
perempuan ini menyempurnakan shalatnya dengan berdoa. Lalu kedua tangannya mengusap lembut wajahnya seraya mengaminkan doa yang tadi ia panjatkan. 

Minggu malam ini ia habiskan seperti biasa. Duduk didepan tv, pandangannya kelayar namun pikirannya entah terbang kemana. 
Laki-lakinya memang rajin sekali membuat fikirannya terbagi. 
Getar handphonenya membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum melihat nama si laki-laki muncul disana. 
"sedang apa kamu?" 
pesan sesingkat itu bisa menghadirkan senyumnya lagi. 
Serasa tak ingin membuat laki-lakinya menunggu lama, ia dengan cekatan membalas pesan itu. Senyumnya tertera indah diwajahnya. Senyum manis itu pernah hilang. Ia berharap senyum itu masih bisa ia kembangkan. Dan laki-lakinyalah yang ia harap bisa menjadi alasan atas senyumnya itu.  
Ia tengok lagi handphonenya yang menunjukan is writing a message. Lama ia menunggu. Ponselnya berdering. Dengan sumringah ia buka pesan itu. 
"we are better to be friend..." 
ia diam. Meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sedang bermimpi. Hening sekali. 
Namun sungguh hatinya tidak sehening itu. Hatinya meringis. Ini perih; teramat. Masih tak ia percayai apa yang ia baca. 
"Maaf tidak bisa jadi apa yang kamu harapkan, sekarang kita bebas mencintai/dicintai oleh orang yang kita sayangi..." 
hei bodoh! Kamulah orang satu-satunya yang ia sayangi. 
Kamulah satu-satunya alasan ia untuk bersabar. 
Kamulah satu-satunya yang ia harapkan. Untuk bisa hidup bahagia bersamamu kelak. 

Sungguh, pesan seperti itu telah dengan bengis mengusir senyumnya. Ia kehilangan senyumnya; lagi. 
Dihatinya berkecamuk segala kenangan dan pertanyaan. 
"mengapa berakhir seperti ini tuhan? Kupikir besar sabar ku bisa terbalas dengan bahagia bersamanya. Lalu ini apa? Kemana perginya ia yang dulu? Ketidaknyamanan apa yang telah kuperbuat? Aku selalu mengerti kesibukannya yang bahkan seperti perlahan menyingkirkan aku. Dimana letak salahku? Memang selama ini aku menuntut apa darinya? Tidak ada. Sungguh, apa salah jika aku hanya sekedar mengingatkan agar ia tak lupa dengan makan siangnya? Agar ia tak terlalu sibuk hingga melupakan tentang kesehatannya? Apa perhatianku terlalu berlebihan? Jika iya, lalu apa arti kata-katanya yang manis dulu? Apa maksudnya memintaku menjadi perempuannya? Apa tuhan?" 

ia menangis, namun ia tak membiarkan airmata itu jatuh terlalu banyak. Ia seka airmatanya. 
Ia kuatkan dirinya untuk membalas pesannya.  
"baiklah :) " 
lewat emoticon sesederhana titik dua dan tutup kurung ia seakan menunjukan pada laki-laki itu, 
"lihat! Aku baik-baik saja. Pergilah! Sungguh aku baik saat ini. Aku tak terluka sedikitpun" 
Inikah yang kau maksud dengan -insyaAllah datang tidak untuk menyakiti- yang pernah kau ucapkan dihadapanku? 
Entah... Ini sangat berat. Sungguh tak terbayang sebelumnya. Samasekali tidak pernah. 
Layar ponselnya kembali menyala karna pesan dari laki-laki itu lagi. 
"aku akan selalu support kamu" 
tidak perlu, sungguh kau cukup pergi saja. Tak usah datang lagi. Terimakasih atas ini, ya. Luka dulu tak lebih sakit dari ini. Namun tenanglah. Aku tak perlu dirimu untuk membantuku mengobatinya.. 
Ingatlah, saat kau sibuk menanyakan segala tentangku kepada temandekatku.



Ingatlah, saat kau pertama kali menjemputku. 
Ingatlah, saat kita terjebak hujan, duduk berdua didalam bis, pergi berdua. 
Ingatlah saat kau mengirimkanku -nanti aku satnight sama siapa kalau kamu disana?- ketika aku pergi keluar kota. 
Ingatlah kata-katamu saat kau memintaku menjadi perempuanmu. 
Sungguh aku ingin tau, samakah yang kau rasakan dengan yang kurasa? Hatiku menjerit jika ingat itu semua. Indah, namun menyakitkan.

Kini berbahagialah dengan keputusanmu, dengan hidupmu, dan dengan kesibukanmu.
Kan kukubur dalam-dalam harapku yang ingin sekali menemani kehidupanmu kelak.


Saat ini, aku masih belum baik. Selamat malam.